BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
Thyposa,Salmonella Parathypi A,B,dan C.
Infeksi
terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh
limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama
hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan
limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri
pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan
menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus.
B. TUJUAN
1.
Tujuan umum
Mengetahui
konsep medis dan konsep keperawatan
demam typoid
2.
Tujuan khusus
a.
Mengetahui defenisi demam typoid
b.
Mengetahui etiologi demam typoid
c.
Mengetahui manifestasi klinik demam typoid
d.
Mengetahui patofisiologi demam typoid
e.
Mengetahui pemeriksaan klinis demam typoid
f.
Mengetahui komplikasi demam typoid
g.
Mengetahui penatalaksanaan demam typoid
h.
Mengetahui asuhan keperawatan demam typoid
BAB II
PEMBAHASAN
I. KONSEP MEDIS DEMAM TYPOID
A. Pengertian
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thypi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015)
B. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)
C. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
D. Tanda dan gejala
1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :
Minggu |
Keluhan |
Gejala |
Patologi |
Minggu 1 |
Panas berlangsung insidious, tipe panas stepladder yang mencapai 39-40º c, menggigil, nyeri kepala |
Gangguan saluran cerna |
Bakteremia |
Minggu 2 |
Rash, nyeri abdomen, diare atau konstipasi, delirium |
Rose sport, splenomegali, hepatomegali |
Vaskulitis, hiperplasi pada peyer’s patches, nodul typhoid pada limpa dan hati |
Minggu 3 |
Komplikasi : perdarahan saluran cerna, perforasi dan syok |
Melena, ilius, ketegangan abdomen, koma |
Ulserasi pada payer’s patches, nodul tifoid pada limpa dan hati |
Minggu 4 |
Keluhan menurun, relaps, penurunan berat badan |
Tampak sakit berat, kakeksia |
Kolelitiasis, carrier kronik |
(Nurarif & Kusuma, 2015)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
F. Komplikasi
1. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
G. Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat
2. Farmakologis
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau IV selama 14 hari
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
c. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
1)
Sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun
2)
Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang
3)
Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat
febris remiten, dan suhu tidak tinggi sekali.
4)
Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis atau somnolen.
5)
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola.
Kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar
6)
Pemeriksaan fisik
a. Terdapat
nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput
putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor
b. Abdomen
dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi dapat juga diare
atau normal
c. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan
7)
Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi
terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan aneosinofilia pada
permukaan sakit
b. Darah untuk
kultur (biakan, empedu) dan widal
c. Biakan
empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses
d. Pemeriksaan
widal. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap
antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif
B.
Diagnose keperawatan
1)
Ketidakefektifan
termoregulasi b/d penyakit
2)
Nyeri akut b/d agen cedera biologis
(infeksi)
3)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
4)
Resiko kekurangan volume
cairan b/d intake yang tidak adekuat dan hipertermi
5)
Konstipasi b/d penurunan
motilitas traktus gastrointestinal
C.
Intervensi Keperawatan
1)
Ketidakefektifan
termoregulasi b/d penyakit
a. Kaji tanda
dan gejala hipotermia serta hipertermi
b. Perbanyak
asupan cairan oral
c. Untuk
hipertermi : batasi aktivitas pada hari yang panas, dan lepaskan baju yang
berlebihan
d. Untuk
hipotermi : tingkatkan aktivitas dan pertahankan nutrisi yang adekuat
e. Laporkan
kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat dipertahankan
f. Berikan obat
antipiretik jika perlu
2)
Nyeri akut b/d agen cedera
biologis (infeksi)
a. Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Observasi isyarat
nonverbal ketidaknyamanan
c. Berikan
informasi tentang nyeri
d. Ajarkan
penggunaan teknik nonfarmakologis
e. Kolaborasikan
pemberian analgetik, jika perlu
3)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
a. Timbang
pasien pada interval yang tepat
b. Identifikasi
faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan
c. Berikan
makanan sedikit tapi sering
d. Tawarkan
kudapan yang sesuai jika perlu
e. Kolaborasikan
pemberian obat antiemetic atau analgetik, jika perlu
4)
Resiko kekurangan volume cairan
b/d intake yang tidak adekuat dan hipertermi
a. Pantau
warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b. Pantau
status hidrasi
c. Tingkatkan
asupan oral
d. Berikan
cairan sesuai kebutuhan
5)
Konstipasi b/d penurunan
motilitas traktus gastrointestinal
a. Identifikasi
faktor yang mempengaruhi konstipasi
b. Ajarkan
kepada pasien dan keluarga tentang efek diet pada eleminasi
c. Tingkatkan
pemasukan cairan oral
d. Minta
program dari dokter untuk pemberian bantuan eleminasi seperti pemberian
laksatif dan supositoria
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demam typhoid adalah suatu penyakit
infeksi pada usus halus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella Thyposa,Salmonella Parathypi A,B,dan C.
Demam tifoid
disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan
S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang
disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk
infeksi salmonella yang lain.
B. SARAN
Dengan
selesainya laporan ini, maka diharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
laporan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall
Carpenito – Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA.
Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2012-2014. Philadelphia :
NANDA International
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami,
S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M.
2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC