BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Di
Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi krisis hipertensi karena tidak menghindari dan
tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat
ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia
Hasil
survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan
peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab
kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu.
Penyakit tersebut timbul karena berbagai factor risiko seperti kebiasaan
merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan
riwayat keluarga. Dari factor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan
gizi adalah hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes mellitus.
Penyakit
hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta
kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini.
Pada
pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok
tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu
yang relatif pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan, yang lebih penting
daripada tingginya tekanan darah adalah adanya tanda kerusakan akut organ
target.
B.
Tujuan
1.
Tujuan umum
Mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan krisis
hipertensi
2.
Tujuan khusus
a.
Mengetahui defenisi krisis hipertensi
b.
Mengetahui etiologi krisis hipertensi
c.
Mengetahui manifestasi klinik krisis hipertensi
d.
Mengetahui patofisiologi krisis hipertensi
e.
Mengetahui pemeriksaan klinis krisis hipertensi
f.
Mengetahui komplikasi krisis hipertensi
g.
Mengetahui penatalaksanaan krisis hipertensi
h.
Mengetahui asuhan
keperawatan krisis
hipertensi
3.
Manfaat
a.
Manfaat teoritis
Dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan terkait dengan
penyakit krisis hipertensi
b.
Manfaat aplikatif
Dapat
dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan proses keperawatan pada
penderita krisis hipertensi dirumah sakit
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
KONSEP
DASAR MEDIS
1.
Defenisi
Krisis
hipertensi merupakan sebuah kegawatdaruratan yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera (Tanto, 2014)
Hipertensi krisis merupakan salah satu
kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat
darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan
sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita
dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi
yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014)
2.
Klasifikasi
Krisis
hipertensi dibagi menjadi 2 (Tanto, 2014),
yaitu :
a.
Hipertensi urgensi, apabila tekanan
darah sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg tanpa disertai
jejas organ target
b.
Hipertensi emergensi, apabila tekanan
darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg disertai
jejas organ target yang progresif. Beberapa organ target pada hipertensi krisis
yang harus diwaspadai, antara lain :
·
Neurologi : ensefalopati hipertensi,
stroke iskemik/hemoragik, papil edema, perdarahan intracranial
·
Jantung, syndrome koroner akut, edema
paru, diseksi aorta, gagal jantung akut
·
Ginjal : proteinuria, hamaturia,
gangguan ginjal akut
·
Preeclampsia/eklampsia, anemia
hemolitik, dan lain-lain
3.
Etiologi
Faktor penyebab hipertensi intinya
terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial
striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara
cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi (Devicaesaria, 2014)
4.
Patofisiologi
Patofisiologi
krisis hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Diperkirakan,
krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi dan peningkatan
resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan darah
menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas pembuluh
darah meningkat. Hal tersebut juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi
fibrin. Hal tersebut menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang
menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah lingkaran (Tanto, 2014).
5.
Manifestasi klinik
Manifestasi klinis hipertensi krisis
berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi
krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan
perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat
kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus
cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau
defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan
retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun
papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja
muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung
kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan
atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria, 2014)
6.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan tekanan darah : tekanan
darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg
b.
Funduskopi : spasme arteri segmental
atau difus, edema retina, perdarahan retina, eksudat retina, papil edema, vena
membesar
c.
Pemeriksaan neurologis : sakit kepala,
bingung, kehilangan penglihatan, deficit fokal neurologis, kejang, koma
d.
Status kardiopulmoner
e.
Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada
gagal ginjal akut
f.
Pemeriksaan denyut nadi perifer
g.
Pemeriksaan darah : hematokrit dan
apusan darah
h.
Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada
urine
i.
Kimia darah : peningkatan kreatinin,
azotemia (ureum > 200 mg/dl), glukosa, elektrolit
j.
Pemeriksaan EKG : adanya iskemia,
hipertropi ventrikel kiri
k.
Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan
gagal jantung atau diseksi aorta
(Tanto, 2014)
7.
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular
sistemik Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan
secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam
beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara
lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai
dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam
berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik
sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi
diberikan obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara
hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara
cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai
pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat
antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang
berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah
osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau
hipotensi, kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya
hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat
dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis
hipertensi adalah :
1)
Natrium
Nitropusida
2)
Nikardipin
hidroklorida
3)
Nitrogliserin
4)
Enaraplirat
5)
Hidralazin
Hidroklorida
6)
Diazoksid
7)
Labatalol
Hidroklorida
8)
Fentolamin
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD
perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di
ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila
ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis
hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi,
tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari
dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan
hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
1)
Penurunan
TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160
mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali
pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ).
Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
2)
Penurunan
TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan
berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari
pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting
anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau
dua minggu.
c.
Diet
sehat penderita krisis hipertensi
1)
Pengaturan
menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara, yakni
diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah
serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
2)
Cara
diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop
Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip
utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang
terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak,
ikan, daging unggas, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung
pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah
kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH
untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga
kali waktu makan (pagi, siang, malam).
BAHAN MAKANAN
|
PORSI SEHARI
|
UKURAN PORSI
|
Karbohidrat
|
3 – 5 piring
|
Kecil
|
Lauk hewani
|
1 – 2 potong
|
Sedang
|
Lauk nabati
|
2 – 3 potong
|
Sedang
|
Sayuran
|
4 – 5 mangkuk
|
|
Buah – buahan
|
4 – 5 buah/potong
|
Sedang
|
Susu / yoghurt
|
2 – 3 gelas
|
3)
Diet
tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak
secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 –
11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi
hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau,
seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh
penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian.
d.
Terapi
Target terapi hipertensi emergency
sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai
tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial
blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya
boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara
bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam
12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah
hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap
dalam waktu 24 jam.
8.
Komplikasi
a.
Iskemia
atau Infark Miokard
Iskemia
atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi
berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau
sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang
diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer
dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
b.
Gagal
Jantung Kongestif
Peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal jantung
kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin,
dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan
afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload
merupakan obat pilihan yang lain.
c.
Diseksi
Aorta Akut
Diseksi
aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang
mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk
menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan
darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal
tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator
seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol
adalah obat pilihan yang lain.
d.
Insufisiensi
Ginjal
Insufisiensi
ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah yang
mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan
stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi
renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara
menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal.
Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
e.
Krisis
Katekolamin
Krisis
katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada
intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard.
Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol
juga terbukti efektif.
B.
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
1)
Pasien,
meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2)
Penanggung
Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa dan
hubungan dengan pasien.
b.
Pengkajian
Primer
1)
Airway
Kaji :
Kaji :
·
Bersihan
jalan nafas
·
Adanya/
tidaknya jalan nafas
·
Distres
pernafasan
·
Tanda-tanda
perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2)
Breathing
Kaji :
Kaji :
·
Frekuensi
nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
·
Suara
nafas melalui hidung atau mulut
·
Udara
yang dikeluarkan dari jalan nafas
3)
Circulation
Kaji :
Kaji :
·
Denyut
nadi karotis
·
Tekanan
darah
·
Warna
kulit, kelembapan kulit
·
Tanda-tanda
perdarahan eksternal dan internal
4)
Disability
Kaji :
Kaji :
·
Tingkat
kesadaran
·
Gerakan
ekstremitas
·
GCS
( Glasgow Coma Scale )
·
Ukuran
pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5)
Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada.
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada.
c.
Dasar
Data Pengkajian
1)
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda
: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2)
Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda
: Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
3)
Integritas
Ego
Gejala
: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multiple
Tanda
: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4)
Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5)
Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda
: BB normal atau obesitas, adanya edema
6)
Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda
: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7)
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8)
Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda
: distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
9)
Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda
: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000)
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000)
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
b.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
c. Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2 ke otak menurun karena
hipertensi
d. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
e.
Nyeri
akut b/d agen cedera biologis
f.
Resiko
injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
NOC:
· Respiratory
status : ventilation
· Respiratory
status : airway patency
· Vital
sign status
Kriteria
hasil :
· Suara
nafas bersih, tidak ada sianosis, dan dispneu
· Menunjukkan
jalan nafas yang paten
· TTV
dalam rentang normal
NIC:
- Pantau
kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan
- Pantau
adanya pucat dan sianosis
- Atur
posisi pasien untuk optimalkan pernafasan (posisi semi fowler)
- Informasikan
kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernafasan
- Kolaborasikan
pemberian bronkodilator dan oksigen sesuai dengan program
b.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
NOC:
· Efektivitas
pompa jantung
· Status
sirkulasi
· Perfusi
jaringan perifer
· Status
tanda vital
Kriteria
hasil :
· Menunjukkan curah jantung
yang memuaskan yang dibuktikan oleh efektivitas pompa jantung, status
sirkulasi, dan perfusi jaringan
· Menunjukkan status
sirkulasi tidak mengalami gangguan
· Tanda vital dalam rentang
normal
· Tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal
· Nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
NIC:
- Kaji dan dokumentasikan
tekanan darah, adanya sianosis, status pernafasan dan status mental
- Pantau denyut perifer,
CRT, dan suhu serta warna ekstremitas
- Ubah
posisi pasien datar atau trendelenburg ketika tekanan darah pasien berada pada
rentang lebih rendah dibandingkan dengan yang biasanya
- Ubah
posisi pasien tiap 2 jam atau pertahankan aktivitas lain yang sesuai atau
dibutuhkan untuk menurunkan statis sirkulasi perifer
- Kolaborasikan
pemberian akses intravena untuk pemberian cairan atau obat
- Pasang
kateter urine bila diperlukan
c.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2 ke otak menurun karena
hipertensi
NOC:
· Circulation
status
· Tissue
perfusion : cerebral
Kriteria
hasil :
· Mendemonstrasikan status
sirkulasi yang ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, tidak ada
hipertensi ortostatik, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
· Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang ditandai dengan berkomunikasi yang jelas dan sesuai
dengan kemampuan, menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
· Menunjukkan fungsi sensori
motorik cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter
NIC:
- Kaji
tanda-tanda vital
- Pantau
adanya sakit kepala, tingkat kesadaran dan orientasi
- Minimalkan
stimulus lingkungan
- Berikan
posisi senyaman mungkin
- Kolaborasikan
pemberian diuretic dan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler
d.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
NOC:
· Energy
conservation
· Activity
tolerance
· Self
care : ADLs
Kriteria
hasil :
· Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
· Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari
· TTV normal
· Status kardiopulmonal adekuat
· Status sirkulasi baik
· Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi
adekuat
NIC:
- Kaji tingkat kemampuan
pasien untuk berpindah
- Tentukan penyebab
keletihan
- Pantau respon
kardiorespiratori terhadap aktivitas
- Ajarkan teknik penghematan
energy : misal menyimpan alat atau benda yang sering digunakan di tempat yang
mudah dijangkau
- Bantu pasien untuk
mengubah posisi secara berkala sesuai toleransi
- Pantau TTV sebelum, selama
dan setelah aktivitas
- Rujuk pasien ke
rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit jantung
e.
Nyeri
akut b/d agen cedera biologis
NOC:
· Pain
level.
· Pain
control
Kriteria
hasil :
· Mampu
mengontrol nyeri,
· Menginformasikan
bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri,
· Merasakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
- Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif
- Observasi
reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
- Ajarkan
tekhnik manajemen nyeri non farmakologis
- Tingkatkan
istrahat
- Kolaborasikan
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
f.
Resiko
injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
NOC:
· Risk
control
Kriteria
hasil :
· Klien terbebas dari cedera
· Klien mampu menjelaskan
cara/metode untuk mencegah injury
NIC:
- Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien
- Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya
- Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien
- Memindahkan
barang-barang yang dapat membahayakan
- Berikan
penjelasan tentang perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi
krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik
yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut ini merupakan
komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan
penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa (Devicaesaria,
2014)
B. Saran
Bagi pembaca khususnya penderita
hipertensi diharapkan agar selalu menjaga pola hidup, berat badan, asupan garam
dan lemak, menghindari stress dan menjaga kepatuhan dalam mengonsumsi obat
penurun tekanan darah sehingga terhindar dari krisis hipertensi yang akan
berdampak pada jantung dan otak.
DAFTAR
PUSTAKA
Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi Krisis. Leading
Jurnal Medicinus , 9-17.
DiGiulio, M. (2011). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Herdman, T. H. (2012). NANDA International Diagnosis
Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
MediAction.
Paramita. (2011). Nursing : Understanding Disease.
Jakarta: PT. Indeks.
Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Essensial Of
Medicine. Jakarta: Media Aesculapius.
Wilkinson,
Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. EGC. Jakarta.